Beranda | Artikel
Istri Dicerai ketika Suami Sakit, Tetap Dapat Warisan?
Jumat, 14 Juli 2017

Hukum Suami Mencerai Istri Agar Tidak Dapat Warisan

Jika ada seorang suami kaya yang sudah sakit parah dan menaun. Suatu ketika terjadilah masalah dg istrinya, lalu si suami marah dan dia ceraikan istrinya. Suami gak suka jika istrinya mendapat warisan darinya. Tak lama kemudian, suami ini meninggal. Apakah sang istri tetap berhak mendapat warisan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada istilah maradhul maut [مرض الموت], itulah sakit yang mengantarkan kematian. Terkadang, para dokter atau orang yang sakit, bisa memprediksi, sakit yang dia alami, merupakan sakit terakhir yang ujungnya adalah kematian.

Seorang suami mengalami sakit yang mengantarkan kematian, lalu dia menceraikan istrinya, dengan maksud agar istrinya tidak mendapatkan warisan, apakah istri tetap bisa mendapatkan warisan?

Para ulama menjelaskan, cerai yang dijatuhkan suami ketika sakit, termasuk cerai yang sah. Selama dia lakukan secara sadar. Hanya saja, maksud suami untuk menghalangi istrinya agar tidak mendapatkan warisan, dianggap sebagai tujuan yang tidak dibenarkan.

Karena itulah, suami dihukum dalam bentuk, tujuan ini dibatalkan, dan istri tetap berhak mendapatkan jatah warisan.

Dalam hal ini terdapat kaidah,

من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه

Siapa yang terburu-buru melakukan sesuatu sebelum waktunya, maka dia dihukum dengan tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. (al-Qawaid al-Fiqhiyah fi al-Madzahib al-Arba’ah, 1/414).

Ketika suami bermaksud menghalagi istrinya untuk mendapatkan warisan darinya, dengan cara dia ceraikan ketika sakit yang mengantarkan kematiannya, maka suami dihukum dalam bentuk niat dan tujuannya dibatalkan. Sehingga sang istri tetap berhak mendapat warisan.


Kaidah ini memberikan pelajaran mengenai larangan melakukan hiilah, yaitu tindakan mengelabuhi syariat, agar bisa mencari celah larangan dalam syariat.

Di zaman Imam Ahmad, ada seorang wanita yang ingin berpisah dari suaminya, sementara sang suami tidak menghendakinya. Kemudian ada orang yang menyarankan kepada si istri, “Jika kamu murtad dari islam, maka otomatis kamu cerai dari suamimu.” Hingga wanita inipun melakukan saran tadi.

Mendengar hal ini, Imam Ahmad langsung marah, dan mengatakan,

من أفتى بهذا أو علمه أو رضى به فهو كافر

“Orang yang memberi fatwa seperti ini atau mengajarkannya atau ridha dengan saran ini maka dia kafir.” (Ighatsah al-Lahafan, 1/356).

Ibnul Qoyim mengatakan,

ومن تأمل الشريعة ورزق فيها فقه نفس رآها قد أبطلت على أصحاب الحيل مقاصدهم وقابلتهم بنقيضها وسدت عليهم الطرق التي فتحوها للتحيل الباطل

Orang yang merenungkan syariat dan jiwanya diberi kemampuan memahami syariat, dia bisa melihat bahwa syariat membatalkan semua yang menjadi tujuan orang yang melakukan pengelabuhan. Dan syariat memberikan sikap kebalikannya, dan menutup semua celah yang membuka pintu hillah (pengelabuhan) yang menyimpang.

Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa contoh hillah dan berikut hukumannya,

ومن ذلك : تحريم المنكوحة في عدتها على الزوج تحريما مؤبدا عند عمر بن الخطاب ومالك وإحدى الروايتين عن أحمد لما احتال على وطئها بصورة العقد المحرم…

ومن ذلك : ما لو احتال المريض على منع امرأته من الميراث بطلاقها فإنها ترثه ما دامت في العدة عند طائفة وعند آخرين : ترثه وإن انقضت عدتها ما لم تتزوج وعند طائفة : ترث وإن تزوجت.

Diantara bentuk hillah, haramnya wanita yang dinikahi di masa iddah bagi lelaki pasangannya, dengan status haram selamanya, menurut Umar bin Khatab, Imam Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Karena dia telah mencari celah untuk bisa berhubungan dengan si wanita, melalui akad yang haram.

Termasuk bentuk hiilah, ketika ada seorang suami yang sakit, bermaksud menghalangi istrinya agar tidak mendapat warisan, dengan cara menceraikannya, maka sang istri tetap mendapatkan warisan, selama masih dalam masa iddah, menurut pendapat sebagian ulama. dan menurut ulama yang lain, dia tetap dapat warisan meskipun iddahnya telah habis, selama dia belum menikah. Dan menurut ulama lain, wanita ini tetap dapat warisan, meskipun sudah menikah. (Ighatsatul Lahafan, 1/358).

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/29730-istri-dicerai-ketika-suami-sakit-tetap-dapat-warisan29730.html